Breaking News

Uji Kelayakan Dan Kepatutan

terimakasih untuk 60 pendaftar calon Komisi Pemilihan Umum Raya (KPUR), Panwasra dan DKPPR Universitas Negeri Semarang

Forum Legislator Muda (FLM)

Forum ini karena merupakan langkah awal penyatuan ide dan gagasan kawan – kawan Legislatif se Unnes dalam sebuah forum

DPM KM Rangkul Lembaga Legislatif Mahasiswa Se – Semarang

ULC untuk menciptakan sinergitas forum internal dan forum eksternal lembaga legislatif.

Prolegun telah ditetapkan

Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang menggelar Sidang Paripurna Penetapan Program Legislasi Universitas Negeri Semarang tahun 2015 (PROLEGUN) pada pukul 20.45 WIB di Ruang Sidang gedung PKMU lantai 1 (16/04).

Anggota DPM KM Unnes 2015

Jumlah Anggota Dewan 14 orang yang terdiri dari masing-masing perwakilan fakultas.

Senin, 04 Mei 2015

Menyinergikan Kepentingan Pribadi, Konstituen, Bangsa dan Negara


Dalam politik, tidak ada teman yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Begitulah kira-kira ungkapan yang kerap terlontar dan menghiasi dunia perpolitikan kita. kepentingan yang sama, apapun bentuknya adalah teman bagi politik itu sendiri. Kenyataan ini bukan merupakan degradasi dalam kancah perpolitikan, tetapi harus diyakini sebagai kodrat dari politik yang terakomodasi dalam bentuk kepentingan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa politik adalah kepentingan (interest).

Perjuangan dalam arena politik berarti perjuangan untuk mewujudkan kepentingan. Mengingat dalam politik ada beragam kepentingan, maka idealnya, mengutamakan kepentingan publik (public interest) adalah tujuan utama yang seharusnya dicapai. Karena itu, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi adalah sebuah imperatif.

Dalam praksis politik,ide mulia yang mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan kelompok dan pribadi kerap kali mengalami hambatan. Menurut Auri Adham Putro, terdapat tiga kondisi yang membuat kepentingan publik menjadi sulit diwujudkan.

Pertama, masyarakat tetap dianggap sebagai massa, dan bukan elite, sehingga selalu dianggap bodoh dalam hal politik. Urusan politik hanya milik elite semata, sedangkan porsi masyarakat terkait dengan keseharian politik yang banal. Elite berada dalam posisi sebagai subyek sementara masyarakat dianggap sebagai objek politik. Elite superior, sedangkan masyarakat yang memberikan legitimasi politik kepada elite justru harus puas menjadi inferior.

Kedua, masyarakat hanya dibutuhkan dalam situasi tertentu, misalnya ketika akan diadakan pemilu, tetapi ketika pemilu usai ia akan dikembalikan ke habitat aslinya yang penuh ketidakpastian dan penderitaan. Komunikasi politik hanya berlangsung 5 tahun sekali sesuai dengan agenda pemilu dan sesuaikan dengan kepentingan politik tertentu yang mengharuskan elite berhubungan dengan masyarakat.

Ketiga, masyarakat hanya diperlukan dalam rangka membangun klaim-klaim politik sebagai senjata supaya tetap dianggap “demokratis”. Kehadiran masyarakat hanya menghiasi label demokratis dalam rangka pencapaian kekuasaan, selanjutnya setelah kekuasaan tersebut diraih, maka rakyat harus mengundurkan diri dari arena politik.

Kondisi ini ditambah dengan semakin gagahnya para politisi beretorika, sehingga atas nama kepentingan publik, mereka sebenarnya sedang merancang suatu strategi demi kepentingan kelompoknya sendiri. Dengan kata lain, rakyat kerap disuguhi aneka permainan politik yang memaksa rakyat tertegun lantas tidak lagi mampu membedakan mana yang merupakan kepentingan publik dan yang justru menguntungkan kelompok tertentu.

Keadaan ini pada tahap selanjutnya membuat kepentingan kelompok dan pribadi lebih berdaulat daripada kepentingan publik. Kendati demikian, masih terbuka peluang untuk mengakomodasikan kepentingan publik walau dalam porsi yang terbatas.

Peluang tersebut pertama-tama terletak dipara politisi yang masih memiliki idealisme untuk memajukan kepentingan publik baik diatas kepentingan kelompok maupun kepentingan politiknya. Mereka adalah orang-orang yang sadar terhadap tugas dan tanggung jawabnya lantas melakukan dan memberikan yang terbaik kepada publik demi  kepentingan orang banyak. Kita harus berangkat dari pemahaman bahwa para politisi juga merupakan bagian dari kepentingan publik sehingga sudah selayaknya mereka tertantang mengutamakan kepentingan publik juga.

Dalam diskursus politik kepentingan, persoalan pelik yang sering muncul bagi politisi adalah soal porsi kepentingan terhadap partai yang telah berjasa melahirkan politisi dan terhadap rakyat sebagai konstituennya. Mengingat dua kepentingan yang sangat strategis ini, dalam banyak kasus, hal ini amat membingungkan para politisi dalam membedakan kepentingan mana yang harus diutamakan sehingga tak jarang melahirkan konflik kepentingan.

Posisi hubungan antara kepentingan partai dan rakyat, secara bijak, pernah disampaikan oleh Muhammad Natsir dalam ungkapannya yang berbunyi: “The loyality to the party ends, when the loyality to the state begins”. Sayangnya kalimat sederhana yang amat bermakna ini tidak sepenuhnya diamanatkan oleh para politisi kita.

Di antara kepentingan dilematis yang kerap muncul antara mewujudkan kepentingan kelompok dan kepentingan rakyat, kuatnya jaringan hierarki kelompok membuat para politisi harus tunduk kepada loyalitas kelompok. Kenyataan ini membuat kepentingan kepada negara (rakyat) masih dapat terwujud jika kepentingan kepada kelompok telah dilakukan. Artinya, kepentingan terhadap negara (rakyat) hanyalah kepentingan pelengkap.

Tidak terwujudnya kepentingan negara (rakyat) karena pengaruh loyalitas terhadap kelompok lebih dominan dibandingkan terhadap negara (rakyat). Piet H Khaidir mengingatkan bahwa kita tidak boleh lupa, tujuan sekelompok orang berkelompok adalah untuk meraih kekuasaan. Tentu saja, loyalitas terhadap kelompok merupakan tanggung jawab aktivis kelompok. Namun, kita juga tidak boleh alpa bahwa kekuasaan politik merupakan amanat yang dipikulkan rakyat kepada politisi agar berusaha semaksimal mungkin membangun peradaban dan kesejahteraan bersama.

Rakyat, ketika memilih suatu  kelompok, berarti sebagai konstituen politik telah memasrahkah nasib politiknya kepada kelompok terpilih. Oleh karena itu, merupakan tugas kelompok tersebut melalui aktivisnya yang terpilih menjadi anggota parlemen atau pemerintah, untuk mendesakkan realisasi janji-janji kesejahteraan rakyat.

Mengabdi kepada rakyat dan negara buka berarti penghianatan terhadap kelompok. Bahkan, akan menguntungkan kelompok bersangkutan karena dinilai berhasil membangun pranata sosial-masyarakat. hal ini tentu menjadi daya dongkrak dalam meraih suara pemilih pada pemilu berikutnya. Pengabdian kepada kepentingan kelompok adalah suatu kemutlakan, tetapi rakyat juga memerlukam polesan dari para politisi untuk memperbaiki perikehidupan rakyat.

Dalam rangka ini, perlunya konsep politik saling mengerti agar tercipta kesadaran diantara berbagai kelompok kepentingan. Perdebatan yang tak kunjung usai tentang parsialitas kepentingan harus segera diakhiri. Secara praksis, kesadaran semacam itu bisa membangun dengan memberi pengertian kepada publik agar mempunyai social-political awareness dan social-political concern. Publim perlu di advokasi bahwa kesadaran politik merupakan daya kontrol atas kebijakan serta wacana elite politik sehingga politisi harus berfikir kembali ketika harus mengorbankan suara rakyat. MINW

Minggu, 03 Mei 2015

Menyikapi Kebijakan Pemerintahan Secara Kritis


DALAM pelaksanaan fungsi pengawasan, anggota dewan harus banyak menjalankan perannya secara kritis menyoroti berbagai kebijakan pemerintah. Hal tersebut bukan berarti manuver politik untuk mencari kesalahan pemerintah. Pelaksanaan fungsi pengawasan dimaksudkan untuk mencegah dan menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pemerintah, sehingga pemerintah lebih terawasi.

Anggota dewan berkepentingan untuk menjaga agar segala kebijakan pemerintah khususnya yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya tidak diputuskan secara sepihak, tetapi harus lebih mengedepankan konsultasi dengan lembaga perwakilan.

Dari sisi pemerintah, adanya pengawasan yang efektif bermakna positif untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan itu sendiri, yaitu dalam konteks memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat yang hingga saat ini masih menjadi harapan publik. Selain itu, untuk mengingatkan pemerintah agar didalam langkah-langkahnya senantiasa harus tetap dijaga prinsip-prinsip akuntabilitas, transparasi, dan membuka seluas-luasnya partisipasi publik.

Dalam pelaksanaan fungsi anggaran, anggota dewan  harus terus meningkatkan perannya melalui proses penetapan  anggaran yang diawali dengan proses pembicaraan pendahuluan APBN yang bersifat kualitatif dan selanjutnya pembahasan yang bersifat kuantitatif. Pembahasan anggaran, tidak hanya berkaitan dengan masalah makroekonomi dan pokok-pokok kebijakan fiskal, tetapi juga kepada hal-hal yang teknis, walaupun disadari hal inirelatif lebih sulit.

Di sisi lain, proses penyusunan dan penetapan anggaran juga sangat sarat dengan muatan politik. Baik pemerintah mapun lembaga perwakilan termasuk kalangan kelompok tertentu yang berkepentingan untukmemperjuangkan aspirasi kebijakan ekonominya dalam anggaran negara. Ditengah arus tersebut, sebagai lembaga perwakilan politik dituntut untuk selalu berusaha mengedepankan kepentingan nasional, kepentingan bangsa dan negara diatas segala-galanya.

Dalam melaksanakan peran dan fungsinya, anggota dewan harus berusaha untuk bersikap terbuka terhadap berbagai saran, kritik, dan pendapat masyarakat dalam rangka meningkatkan kinerjanya sebagai lembaga perwakilan politik, pengemban amanat rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa kiprah lembaga legislatif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sekarang ini tidak lepas dari perhatian masyarakat. dengan berkembangnya iklim keterbukaan, masyarakat berkesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti dan memonitor pelaksanaan tugas lembaga legislatif sekaligus memberikan penilaian terhadap kinerja para wakilnya. Penyampaian tanggapan dan kritikan ini tidak hanya dilakukan melalui media cetak dan media elektronik, tetapi juga melalui berbagi seminar dan workshop yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat. MINW

DPM KM Rangkul Lembaga Legislatif Mahasiswa Se – Semarang

DPM KM NEWS – Sebagai upaya penguatan lembaga legislatif mahasiswa serta upaya sinergitas gerakan legislatif dalam kontribusi nyata kepada bangsa dan negara, DPM KM Unnes melalui Komisi IV menggagas program Unnes Legislatif Club (ULC) dengan merangkul  lembaga legislatif se – Semarang yang di sosialisasikan pada Sabtu, (2/5) di Ruang Rapat, Gedung PKMU lantai 1.

Agenda ini dihadiri delapan kampus di semarang dari perwakilan masing-masing lembaga legislatif yakni Senat Mahasiswa UNDIP, Senat Mahasiswa UNIKA, Badan Legislatif Mahasiswa (BLEM) USM, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) POLINES, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) STIE BPD JATENG, Senat Mahasiswa UIN Walisongo, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UPGRIS dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIMIK Provisi.

“Unnes Legislatif Club (ULC) adalah program kerja Komisi IV berupa forum diskusi dimana mengkaji permasalahan kekinian bangsa sebagai bentuk keprihatinan, kesiapsiagaan serta pemberi solusi konkret untuk menjawab tantangan yang sedang dan akan dihadapi oleh Negara Indonesia.” ungkap Ichsan, saat memberikan pandangan.

Permasalahan yang kami angkat ialah Pendidikan dan Ekonomi, hal ini berdasarkan pada hasil diskusi Forum Legislator Muda (FLM) yang telah dilaksanakan pada 18 April lalu dimana topik bahasan ialah “Pendidikan Era MEA”. Hal ini diharapkan dapat menciptakan sinergitas forum internal dan forum eksternal lembaga legislatif, tambahnya.

Sejalan dengan hal itu, Aziz Amrullah juga menyampaikan bahwasanya Unnes Legislatif Club (ULC) merupakan program pengkajian permasalahan yang sedang dihadapi negara Indonesia. Harapannya, lembaga legislatif Mahasiswa khususnya di wilayah Semarang dapat ikut berpartisipasi dalam forum ini. Beliau juga menambahkan bahwa, ULC ini akan bekerjasama dengan Komisi terkait dari DPRD atau pun DPR RI guna kelangsungan dan keberlanjutan hasil pembahasan sebagai tindak lanjut.

Teguh Eka, salah satu peserta undangan dari Senat Mahasiswa UNDIP menyatakan apresiasinya terhadap program ini dan mengusulkan untuk masing – masing kampus harapannya dapat membentuk forum legislatif serupa di internal kampus terlebih dahulu untuk mengkaji topik yang ditawarkan untuk dapat menjadi bekal diskusi di ULC mendatang sebagai forum eksternal kampus. Menanggapi dari hal itu, Muhammad Zainul Ketua BLEM USM juga telah mempunyai forum internal bernama FOLEMA (Forum Legislatif Mahasiswa) USM.


Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa Forum Legislatif internal belum sepenuhnya berjalan diseluruh kampus. Oleh karena itu, Ichsan selaku ketua komisi IV DPM KM Unnes melalui FLM mengusulkan dan menawarkan untuk membentuk forum internal kampus terlebih dahulu dan siap membantu guna terbentuknya forum tersebut di masing-masing kampus. Admin
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com