Breaking News

Rabu, 11 Maret 2015

Revitalisasi Peran Lembaga Legislatif Mahasiswa

Keberhasilan reformasi 1998 yang harus dibayar mahal dengan tetesan air mata bahkan pengorbanan jiwa para mahasiswa, telah membawa bangsa Indonesia mengalami perubahan struktur kekuasaan yang sangat fundamental. Kedaulatan yang dahulu berada di tangan MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara, kini berubah secara mendasar menjadi kedaulatan konstitusi dimana semua lembaga negara memiliki susunan dan kedudukan yang setara, dimana antar lembaga dapat melakukan fungsi check and balances sehingga kehidupan ketatanegaraan kita diharapkan dapat lebih baik dari pada zaman sebelum orde reformasi.

Pun demikian kaitannya dengan hubungan Lembaga Eksekutif dengan Legislatif. Keadaan yang terjadi sebelum era reformasi adalah kekuasaan eksekutif terlalu ‘superior’ dalam hal kewenangannya membuat undang – undang. Akan tetapi, pasca amandemen UUD’45 yang merupakan salah satu buah reformasi ’98 , hal itu mengalami pergeseran yang cukup signifikan dimana sekarang kekuasaan legislatif mempunyai porsi yang lebih besar dibandingkan eksekutif. Artinya supremasi rakyat (yang dalam hal ini adalah DPR) mempunyai tempat yang lebih menguntungkan dan lebih kuat dibandingkan dimasa lalu. Dan oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi rakyat yang diwakili oleh DPR dapat memainkan peran yang lebih baik dan dapat mengakomodir kepentingan masyarakat bawah melalui produk – produk yang dihasilkan melalui lembaga legislatif.

Dalam kehidupan ketatanegaraan kita mengenal konsep pembagian kekuasaan menjadi 3 yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kampus, tempat dimana bersemainya beragam nilai dan pemikiran juga mengadopsi konsep tersebut dalam student government. Hanya saja wilayah yang terakhir yaitu wilayah yudikatif selama ini belum disentuh atau mungkin belum terpikirkan oleh para aktivis kampus sekarang. Dalam tulisan ini kita hanya akan membahas satu lahan yang selama ini “terkesan “tenggelam dengan aktivitas lembaga eksekutif kampus (BEM), yaitu Lembaga Legislatif Mahasiswa. Lembaga Legislatif Mahasiswa dengan Lembaga Eksekutif Mahasiswa selama ini terkesan berkompetisi untuk menjadi yang lebih ‘berkuasa’ terhadap sebuah isu, sehingga peran – peran lembaga legislatif cenderung tidak optimal dan kabur. Mengapa kemudian masalah ini kemudian kita coba bahas? Karena memang selama ini peran dari lembaga legislatif mahasiswa baik ditataran nasional maupun regional belum atau tidak menunjukkan hasil yang signifikan..

Sebagai lembaga legislatif, mahasiswa mempunyai 3 peran strategis yang dapat dimainkan yaitu, peran legislasi, kontrol dan anggaran. Agar dapat melakukan ketiga peran tersebut dengan baik tidaklah mudah, aktivis mahasiswa haruslah mempunyai sistem yang kuat serta mesin organisasi yang solid. Selain itu aktivis lembaga legislative mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memahami dan menganalisis setiap peran yang ia mainkan serta yang tak kalah penting adalah konsistensi dari sebuah agenda yang kemudian di terjemahkan dalam aksi – aksi di lapangan. Karena selama ini, kita para aktivis mahasiswa ternyata lebih banyak mengusung agenda tetapi hal itu tidak dibarengi dengan aksi yang mendorong / menopang goal setting agenda tersebut. Bahasa kasarnya adalah kita banyak mengagendakan isu – isu, habis itu kita tinggal pergi dan tenggelam dengan agenda yang baru.

Dari ketiga peran diatas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan aktivis lembaga legislative mahasiswa agar peran lembaga legislative lebih tepat pada sasaran dan dapat menghasilkan output yang mengakomodasi kepentingan mahasiswa. Pertama, agar peran legislasi dapat berjalan dengan baik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh aktivis lembaga legislative mahasiswa. Yaitu : identifikasi masalah atau isu, analisis opsi kebijakan, penentuan opsi kebijakan dan rencana implementasinya di lapangan. Sedangkan untuk mendukung peran kontrol atau pengawasan, parameter yang digunakan adalah : data kinerja pengawasan teknis, standar kinerja, konfirmasi dan verifikasi dan tindakan politis. Peran ketiga yaitu anggaran dapat dilakukan dengan cara lembaga legislative menjadi pihak sentral dalam pengalokasian dana kegiatan kemahasiswaan, baik untuk UKM maupun Eksekutif.

Perjalanan peran lembaga legislative secara umum memang sedang berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Ditataran tingkat nasional kita masih dihadapkan pada permasalahan belum menemukan format gerakan bersama, yang diakibatkan oleh kuatnya kepentingan di masing – masing elite kampus dan belum mempunyai satu frame pemahaman. Sedangkan di tataran internal kampus kita sering dihadapkan pada permasalahan sumber daya manusia dalam mengusung isu – isu internal kampus. Karena opini yang terbangun selama ini adalah teman – teman eksekutif lebih ‘ terkenal ‘ dibandingkan dengan legislative dengan kerja – kerja teknis mereka di lapangan. Hal ini menambah posisi tawar lembaga legislative berkurang baik di mata mahasiswa maupun birokrasi.

Ada sebuah PR bersama yang harus segera dijawab oleh aktivis mahasiswa yang berada di wilayah legislative, yaitu format gerakan seperti apa yang akan diambil, karena selama ini hal ini masih menjadi perdebatan panjang yang tidak tahu akan berakhir kapan. Apakah akan mengambil bentuk seperti teman – teman eksekutif atau seperti apa. Hal ini penting karena tidak kita pungkiri bahwa kita sadari atau tidak hari ini kita masih belum mempunyai sebuah batas yang benar – benar jelas dalam wilayah kerja dan penyikapan isu antara legislative dan eksekutif. Walaupun secara yuridis kita sudah mempunyai sebuah batas wilayah yang jelas, tetapi ditataran lapangan batas ini kabur. Ada beberapa peran vital yang bisa dimainkan oleh mahasiswa terkait dengan perannya sebagai lembaga legislasi antara lain: menjadi sebuah kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif ekstra parlementer, ikut andil dalam pembuatan kebijakan birokrasi (tidak hanya di kampus tetapi juga negara) dimana pintu masuknya adalah dari peran oposisi yang kita mainkan. Sebagai contoh kita bisa melakukan Counter Legal Drafting terhadap RUU BHP yang merupakan isu bersama (common issues) mahasiswa Indonesia dengan mengajukannya ke DPR dan pihak terkait. Ini di tataran nasional, sedangkan di tataran regional ataupun lokal mahasiswa dapat terlibat dalam pembuatan atau pengkritisan produk kebijakan DPRD. Artinya agar kemudian peran lembaga legislatif mahasiswa dapat bangun dari tidur panjangnya , sudah saatnya aktivis mahasiswa merumuskan kembali format gerakan apa yang akan di ambil yang merupakan khittah dari perjuangannya. Kemudian yang tak kalah penting adalah mengambil peran strategis dalam kapasitasnya sebagai kekuatan oposisi ekstra parlementer baik di birokrasi kampus maupun negara. Dengan demikian harapannya adalah lembaga legislative benar – benar menjadi sebuah lembaga mahasiswa yang dapat menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan mahasiswa , bukan hanya sekedar nama.


Sumber : https://de19.wordpress.com/2008/12/30/legislatif-mahasiswa/

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com